ABSTRAK
………….., 200X. Pendekatan
Metode Belajar Tuntas Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Mengarang Bahasa
Indonesia Pada Siswa ……………Tahun Pelajaran……………….
Kata Kunci: bahasa, Belajar Tuntas
Untuk
bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlu mendengar, melihat, mengajukan
pertanyaan tentangnya, dan membahasnya dengan orang lain. Bukan Cuma itu, siswa
perlu “mengerjakannya”, yakni menggambarkan sesuatu dengan cara mereka sendiri,
menunjukkan contohnya, mencoba mempraktekkan keterampilan dan mengerjakan tugas
yang menuntut pengetahuan yang telah mereka dapatkan.
Permasalahan
yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah: (a) Bagaimanakah peningkatan
prestasi belajar bahasa Indonesia dengan diterapkannya metode Belajar Tuntas
melalui kegiatan membaca bersama? (b) Bagaimanakah pengaruh pembelajaran metode
Belajar Tuntas tersebut terhadap motivasi belajar siswa?
Tujuan
dari penelitian ini adalah: (a) Mengetahui peningkatan prestasi belajar bahasa
Indonesia setelah diterapkannya Belajar Tuntas, (b) Mengetahui pengaruh
motivasi belajar bahasa Indonesia setelah diterapkannya metode Belajar Tuntas.
Penelitian
ini menggunakan penelitian tindakan (action
research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap
yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran
penelitian ini adalah siswa kelas ……………... Data yang diperoleh berupa hasil tes
formatif, lembar observasi kegiatan belajar mengajar. prestasi belajar siswa
mengalami peningkatan dari siklus I sampai III
Dari
hasil analis didapatkan bahwa 3 siklus yaitu, siklus I (63,99%), siklus II (76,66%),
siklus III (86,66%).
Simpulan
dari penelitian ini adalah metode pengajaran Belajar Tuntas melalui kegiatan
membaca bersama dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa kelas
……………….. serta model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu
alternative pembelajaran bahasa Indonesia.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam pengajaran Bahasa Indonesia, ada tiga aspek
yang perlu diperhatikan, yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek
psikomotor. Ketiga aspek itu berturut-turut menyangkut ilmu pengetahuan,
perasaan, dan keterampilan atau kegiatan berbahasa. Ketiga aspek tersebut harus
berimbang agar tujun pengajaran bahasa yang sebenarnya dapat dicapai. Kalau
pengajaran bahasa terlalu banyak mengotak-atik segi gramatikal saja (teori),
murid akan tahu tentang aturan bahasa, tetapi belum tentu dia dapat
menerapkannya dalam tuturan maupun tulisan dengan baik.
Bahasa Indonesia erat kaitannya dengan guru bahasa Indonesia,
yakni orang-orang yang tugasnya setiap hari membina pelajaran bahasa Indonesia. Dia
adalah orang yang merasa bertanggung jawab akan perkembangan bahasa Indonesia. Dia
juga yang akan selalu dituding oleh masyarakat bila hasil pengajaran bahasa
Indonesia di sekolah tidak memuaskan. Berhasil atau tidaknya pengajaran bahasa
Indonesia memang diantaranya ditentukan oleh faktor guru, disamping
faktor-faktor lainya, seperti faktor murid, metode pembelajaran, kurikulum
(termasuk silabus), bahan pengajaran dan buku, serta yang tidak kalah
pentingnya ialah perpustakaan sekolah dengan disertai pengelolaan yang memadai.
Sekarang ini pengajaran bahasa Indonesia di
sekolah-sekolah, dari Taman Kanak-kanak sampai
SLTA, bahkan sampai perguruan tinggi. Menurut Mulyono Sumardi, ketua Himpunan
Pembina Bahasa Indonesia menyatakan bahwa, “Dalam dunia Pendidikan,
keterampilan berbahasa Indonesia
perlu mendapatkan tekanan yang lebih banyak lagi, mengingat kemampuan berbahasa
Indonesia
di kalangan pelajar ini juga disebabkan oleh kualitas guru, dari pihak lain
munculnya anggapan bahwa setiap orang Indonesia pasti bisa berbahasa Indonesia.
Anggapan ini justru ikut merunyamkan dunia kebahasaan Indonesia itu
sendiri. (JS. Badudu. 1988: 74).
Pelajaran mengarang sebenarnya sangat penting
diberikan kepada murid untuk melatih menggunakan bahasa secara aktif. Disamping
itu pengajaran mengarang di dalamnya secara otomatis mencakup banyak unsur
kebahasaan termasuk kosa kata dan keterampilan penggunaan bahasa itu sendiri
dalam bentuk bahasa tulis. Akan tetapi dalam hal ini guru bahasa Indonesia
dihadapkan pada dua masalah yang sangat dilematis. Di satu sisi guru bahasa
harus dapat menyelesaikan target kurikulum yang harus dicapai dalam kurun waktu
yang telah ditentukan. Sementara di sisi lain porsi waktu yang disediakan untuk
pelajaran mengarang relatif terbatas, padahal untuk pelajaran mengarang
seharusnya dibutuhkan waktu yang cukup panjang, karena diperlukan
latihan-latihan yang cukup untuk memberikan siswa dalam karang-mengarang. Dari
dua persoalan tersebut kiranya dibutuhkan kreaivitas guru untuk mengatur
sedemikian rupa sehingga materi pelajaran mengarang dapat diberikan semaksimal
mungkin dengan tidak mengesampingkan materi yang lain.
Sekolah kita pada umumnya agak mengabaikan pelajaran
mengarang. Ada
beberapa faktor penyebabnya yaitu, (1) sistem ujian yang biasanya menjabarkan
soal-soal yang sebagian besar besifat teoritis, (2) kelas yang terlalu besar
dengan jumlah murid berkisar antara empat puluh sampai lima puluh orang.
Materi ujian yang bersifat teoritis dapat menimbulkan
motivasi guru bahasa mengajarkan materi mengarang hanya untuk dapat menjawab soal-soal
ujian, sementara aspek keterampilan diabaikan. Sedangkan dengan kelas yang
besar konsekuensi biasanya guru enggan memberikan pelajaran mengarang, karena
ia harus memeriksa karangan murid-muridnya yang berjumlah mencapai empat puluh
sampai lima puluh
lembar, kadang hal itu masih harus berhadapan dengan tulisan-tulisan siswa yang
notabene sulit dibaca. Belum lagi ia harus mengajar lebih dari satu kelas atau
mengajar di sekolah lain, berarti yang harus diperiksa empat puluh kali sekian
lembar karangan. Oleh karena itu, tidak jarang guru yang menyuruh muridnya
mengarang hanya sebulah sekali atau bahkan sampai berbulan-bulan.
Disamping hal-hal tersebut di atas ada asumsi sebagian
guru yang menganggap tugas mengarang yang diberikan kepada siswa terlalu memberatkan
atau tugas itu terlalu berat untuk siswa, sehingga ia merasa kasihan memberikan
beban berat tersebut kepada siswanya. Ia terlalu pesimis dengan kemampuan
muridnya. Asumsi tersebut tidak bisa dibenarkan, karena justru dengan seringnya
latihan-latihan yang diberikan akan membuat siswa terbiasa dengan hal itu. Kita
tahu baha ketermpilan berbahasa akan dapat dicapai dengan baik bila dibiasakan.
Kalau guru selalu dihantui oleh perasaan ini dan itu, bagaimana muridnya akan
terbiasa menggunakan bahasa dengan sebaik-baiknya?
Berdasarkan paparan tersebut diatas maka peneliti ingin
mencoba melakukan penelitian dengan judul “ Pendekatan
Metode Belajar Tuntas Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Mengarang Bahasa
Indonesia Pada Siswa ……………Tahun Pelajaran…………………………”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat
dirumuskan suatu masalah sebagai berikut:
- Seberapa jauh peningkatan prestasi belajar siwa dengan diterapkannya metode Belajar Tuntas dalam belajar bahasa Indonesia pada siswa kelas ……………………………………?
- Bagaimanakah pengaruh metode Belajar Tuntas terhadap motivasi belajar bahasa Indonesia pada siswa kelas ………………………….?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini
bertujuan untuk:
- Mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkannya metode Belajar Tuntas pada siswa kelas ……………………………………..
- Mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkan metode Belajar Tuntas dalam belajar bahasa Indonesia pada siswa kelas …………………………..
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan pada permasalahan
dalam penelitian tindakan yang berjudul ……………………………. yang dilakukan oleh
peneliti, dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:
"Jika Proses Belajar Mengajar Siswa Kelas ……………….
menggunakan metode………………. dalam menyampaikan materi pembelajaran, maka
dimungkinkan minat belajar dan hasil belajar siswa kelas …………………… akan lebih
baik dibandingkan dengan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru
sebelumnya".
D. Kegunaan Penelitian
Penelitain ini dapat memberikan manfaat bagi:
- Sekolah sebagai penentu kebijakan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran bahasa Indonesia.
- Guru, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan metode pembelajaran yang dapat memberikan manfaat bagi siswa.
- Siswa, dapat meningkatkan motivasi belajar dan melatih sikap sosial untuk saling peduli terhadap keberhasilan siswa lain dalam mencapai tujuan belajar.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Belajar dan Pembelajaran
Istilah belajar dan pembelajaran yang kita jumpai dalam
kepustakaan asing adalah learning dan
instruction. Istilah learning
mengandung pengetian proses perubahan yang relatif tetap dalam perilaku
individu sebagai hasil dari pengalaman, (Fortuna, 1981: 147). Istilah
instruction mengandung pengertian proses yang terpusat pada tujuan (goal
directed teaching process) yang dalam banyak hal dapat direncanakan sebelumnya
(pree-planed). Proses belajar yang terjadi adalah proses pembelajaran, yakni
proses membuat orang lain aktif melakukan proses belajar sesuai dengan
rancangan. (Romiszowki, 1981: 4).
Pembelajaran merupakan sarana untuk memungkinkan
terjadinya proses belajar dalam arti perubahan perilaku individu melalui proses
belajar-mengajar. Namun harus diberi catatan bahwa tidak semua proses belajar-mengajar
terjadi karena adanya proses pembelajaran atau kegiatan belajar-mengajar,
seperti belajar dari pengalaman sendiri, (Udin Sarifuddin, 1995: 3).
Belajar dapat pula diartikan sebagai perubahan tingkah
laku pada diri individu berkat adanya interaksi antar individu denga
lingkungannya. Burton
mengatakan “Learning is change in the individual due to instruction of that
individual and his environment, which fells a need and makes him more capable
of dealing undauntedly with his environment. (Burton: The guidance of learning
activities, 1994). Dalam pengertian ini terdapat kata “change” (perubahan),
yang berarti bahwa seseorang setelah mengalami proses pengetahuannya,
keterampilannya, maupun pada aspek sikapnya, misalnya dari tidak bisa menjadi
bisa, dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari ragu-ragu menjadi yakin, dari
tidak sopan menjadi sopan, dan sebagainya. Kriteria keberhasilan dalam belajar
diantaranya ditandai dengan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri
individu yang belajar.
Pembelajaran identik sekali dengan proses
belajar-mengajar. Proses dalam pengertiannya disini merupakan interaksi semua
komponen atau unsur yang terdapat belajar-mengajar, yang satu dengan yang
lainnya saling berhubungan (interindependent), dalam ikatan untuk mencapai tujuan.
Yang dimaksud komponen atau unsur belajar-mengajar antara lain tujuan
istruksional, yang hendak dicapai dalam pembelajaran, metode mengajar, alat
peraga pengajaran, dan evaluasi sebagai alat ukur tercapai tidaknya tujuan
pembelajaran.
Dalam satu kali proses pembelajaran yang pertama
dilakukan adalah merumuskan tujuan pembelajaran khusus (TPK) yang dijabaran
dari tujuan pembelajaran umum (TPU), setelah itu langkah selanjutnya ialah
menentukan materi pelajaran yang sesuai dengan tujuan tersebut. Selanjutnya
menentukan metode mengajar yang merupakan wahana penghubung materi pelajaran
sehingga dapat diterima dan menjadi milik siswa, kemudian menentukan alat
peraga sebagai penunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Langkah terakhir yang
harus dilakukan adalah menentukan alat evaluasi sebagai pengukur
tercapai-tidaknya tujuan yang hasilnya dapat dijadikan sebagai umpan balik
(feed back) bagi guru dalam meningkatkan kualitas mengajar maupun kualitas
belajar siswa.
Dari uraian ini jelas bahwa kegiatan belajar-mengajar
atau yang disebut juga pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri dari
berbagai komponen yang saling berkaitan satu sama lain, dan merupakan satu
kesatuan yang tak terpisahkan.oleh karena itu, guru dituntui melikiki kemampuan
mengintegrasikan komponen-komponen tersebut dalam kegiatan belajar-mengajar
atau proses pembelajaran. (Udin Sarifudin, 1995: 3).
B. Memperkenalkan Belajar Aktif
Lebih dari 2400 tahun silam, Konfusius menyatakan:
Yang saya dengar, saya lupa.
Yang saya lihat, saya ingat.
Yang saya kerjakan, saya pahami.
Tiga pertanyaan sederhana ini berbicara banya tentang perlunya cara
belajar aktif.
Yang saya dengar, saya lupa.
Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat.
Yang saya dengar, lihat, dan pertanyakan atau diskusikan dengan orang
lain, saya mulai pahami. Dari yang saya dengar, lihat, bahas dan terapkan, saya
dapatkan pengetahuan dan keterampilan. Yang saya ajarkan kepada orang lain,
saya kuasai. (Melvin L. Siberman, 2004: 15).
PENCARIAN UNTUK :
contoh ptk sd
contoh penelitian tindakan kelas pdf
contoh ptk sd kelas 4
contoh ptk sd kelas 1
contoh judul ptk
proposal penelitian tindakan kelas
contoh ptk pai
contoh ptk sd kelas 3
contoh penelitian tindakan kelas pdf
contoh judul penelitian tindakan kelas
contoh ptk paud
contoh ptk smp
contoh penelitian tindakan kelas ptk guru
langkah langkah membuat ptk
contoh ptk sd
pengertian penelitian tindakan kelas
contoh judul penelitian tindakan kelas
proposal penelitian tindakan kelas
contoh ptk sd kelas 4
langkah-langkah penelitian tindakan kelas
PENCARIAN UNTUK :
contoh ptk sd
contoh penelitian tindakan kelas pdf
contoh ptk sd kelas 4
contoh ptk sd kelas 1
contoh judul ptk
proposal penelitian tindakan kelas
contoh ptk pai
contoh ptk sd kelas 3
contoh penelitian tindakan kelas pdf
contoh judul penelitian tindakan kelas
contoh ptk paud
contoh ptk smp
contoh penelitian tindakan kelas ptk guru
langkah langkah membuat ptk
contoh ptk sd
pengertian penelitian tindakan kelas
contoh judul penelitian tindakan kelas
proposal penelitian tindakan kelas
contoh ptk sd kelas 4
langkah-langkah penelitian tindakan kelas